Tenaga kerja di Asia kian berevolusi, di mana generasi muda memasuki dunia kerja selagi para karyawan berencana menekuni pekerjaan mereka selama mungkin. Dinamika ini menciptakan tenaga kerja multigenerasi dengan dominasi Gen Z, milenial, dan Gen X.
Adanya keragaman ini membuka peluang kolaborasi, bimbingan, dan berbagi pengetahuan yang sangat berharga. Namun, hal ini juga menjadi tantangan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan mental yang berbeda dari setiap generasi.
Bagi tim SDM yang ingin mempertahankan talenta terbaik, mendorong keterlibatan karyawan lebih dalam, dan meningkatkan produktivitas organisasi melalui strategi kesehatan mereka, sangat penting untuk memahami perbedaan generasi ini.
Kondisi kesehatan mental lintas generasi di Asia
Penelitian terbaru Naluri menunjukkan bahwa hampir setengah (49%) dari karyawan full-time di Asia berisiko tinggi menghadapi tantangan kesehatan mental.
Data ini menyoroti perbedaan generasi, dengan 61% Gen Z menghadapi risiko kesehatan mental yang tinggi, diikuti oleh 44% generasi milenial dan 24% Gen X menghadapi hal yang sama.
Pengaruh bisnis akibat buruknya dukungan kesehatan mental
Terabaikannya kesehatan mental bisa mengakibatkan kelelahan (burnout), perputaran karyawan yang merugikan, penurunan produktivitas, dan naiknya biaya asuransi kesehatan. Hal-hal ini menjadi faktor yang berpotensi membebani laba perusahaan.
Simak lebih dekat bagaimana tantangan-tantangan ini memengaruhi organisasi:
- Kelelahan (Burnout): Karyawan dalam kondisi kelelahan 3,4 kali lebih berpotensi untuk mencari pekerjaan baru di tahun berikutnya.
- Perputaran karyawan merugikan: Kehilangan dan pergantian karyawan menguras keuangan organisasi, memakan biaya hingga 2 kali lipat dari gaji tahunan karyawan.
- Penurunan produktivitas: Secara global, kecemasan dan depresi membuat 12 miliar hari kerja hilang setiap tahunnya, merugikan produktivitas sebesar $1 triliun
- Biaya asuransi kesehatan: Biaya medis di seluruh wilayah Asia-Pasifik diperkirakan akan meningkat sebesar 12,3% pada tahun 2025, sebagian disebabkan oleh meningkatnya permintaan akan layanan kesehatan mental.
Berbagai tantangan ini kian diperparah akibat adanya tenaga kerja multigenerasi, di mana kebutuhan dan ekspektasi kesehatan mental berbeda-beda di setiap kelompok usia.
Memahami perbedaan generasi dalam kebutuhan kesehatan mental karyawan
Setiap generasi punya pengalaman, perspektif, dan nilai-nilai tersendiri terkait kesehatan mental. Mengenali adanya perbedaan ini bisa memudahkan tim SDM dalam menyesuaikan program dukungan mereka guna memenuhi beragam kebutuhan tenaga kerja mereka dengan lebih baik.
Gen Z (1997–2012)
Sebagai generasi pertama yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kemajuan teknologi, Gen Z menawarkan perspektif baru di tempat kerja. Namun, pendidikan digital mereka juga mendatangkan tantangan tersendiri yang bisa berdampak pada kesehatan mental, perkembangan karier, dan kesejahteraan mereka secara menyeluruh.
Tantangan utama yang mempengaruhi kesehatan mental karyawan Gen Z
- Stres di awal karier: Tidak stabilnya keuangan kerap menekan karyawan Gen Z di awal karier mereka, berujung pada buruknya batasan kehidupan kerja dan kelelahan. Banyak dari mereka yang merasa harus bekerja terlalu keras atau merangkap berbagai peran hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
- Mengarungi masa dewasa: Kurangnya bimbingan atau panduan memadai, mengakibatkan banyak profesional muda sulit bertransisi dengan lancar ke masa dewasa dan dunia kerja. Hal ini membuat mereka merasa tersesat dan kewalahan, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi.
- Tekanan media sosial: Paparan media sosial terus-menerus memicu perbandingan dan memengaruhi harga diri, menimbulkan rasa rendah diri dan kecemasan terkait kehidupan pribadi dan profesional mereka.
- Pengendalian emosi: Masalah kesehatan mental seperti depresi, melukai diri sendiri, dan tren bunuh diri meningkat di kalangan Gen Z. Terbatasnya dukungan di tempat kerja, ditambah dengan lingkungan kerja serba sat-set sekarang ini, makin sulit bagi mereka untuk mengembangkan strategi coping (penanggulangan masalah) yang sehat atau mencari bantuan.
Strategi pendukung bagi karyawan Gen Z
- Orientasi dan bimbingan: Kenalkan program orientasi dan bimbingan terstruktur dengan memasangkan karyawan muda dengan para profesional berpengalaman. Hal ini bisa membantu memberi panduan karier bermanfaat, membangun kepercayaan diri, dan menciptakan rasa saling terhubung di tempat kerja.
- Pelatihan kesehatan: Tawarkan manfaat pelatihan kesehatan personal guna mendorong praktik kesehatan sejak dini, berfokus pada manajemen stres, nutrisi, dan aktivitas fisik dalam mendukung gaya hidup yang lebih sehat dan seimbang.
- Alat literasi keuangan: Bekali karyawan muda dengan alat dan sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan keuangan mereka, seperti panduan anggaran, lokakarya, atau akses ke penasihat keuangan. Hal ini membantu mengurangi stres terkait keuangan dan membangun stabilitas keuangan jangka panjang.
- Dukungan darurat: Pastikan layanan kesehatan mental bukan hanya tersedia, namun juga mudah diakses. Sediakan berbagai pilihan dukungan sesuai dengan preferensi individu, seperti Program Bantuan Karyawan (EAP), terapi di tempat atau virtual, dan hotline darurat 24 jam.
Meski generasi ini cenderung lebih terbuka dan terbuka terhadap isu kesehatan mental, mereka seringkali ragu mencari bantuan akibat hambatan finansial, stigma, atau pengalaman buruk dengan terapi. Faktanya, hanya 29% Gen Z di Asia Pasifik yang merasa nyaman untuk membicarakan kesehatan mental.
Dengan mengatasi berbagai tantangan ini dengan strategi khusus, perusahaan bisa mendukung karyawan Gen Z bertransisi dengan lebih lancar ke dunia kerja dan membangun mekanisme penanganan yang lebih sehat dalam meningkatkan kesehatan dan ketahanan mental.
Generasi Milenial (1981-1996)
Sebagai generasi yang turut menyaksikan pesatnya kemajuan teknologi, pergeseran ekonomi, dan perubahan sosial, generasi milenial menghadapi tantangan tersendiri di tempat kerja dan di luar sana. Kerap terperangkap di antara ambisi karier dan tanggung jawab pribadi, generasi ini menjalankan berbagai peran sekaligus sehingga berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraan mereka.
Tantangan utama yang mempengaruhi kesehatan mental karyawan milenial
- Ketidakstabilan atau kebuntuan karier: Banyak generasi milenial memasuki dunia kerja saat terjadi kelesuan ekonomi atau era ketidakpastian. Hal ini berakibat pada lambatnya perkembangan karier dan terbatasnya keamanan finansial, membuat banyak dari mereka merasa terjebak atau kurang dihargai dalam kehidupan profesional mereka.
- Tanggung jawab pengasuhan: Generasi milenial yang termasuk dalam generasi sandwich sering kali harus mengurus orang tua maupun anak-anak mereka yang masih kecil. Peran ganda ini memicu tekanan emosional dan finansial yang cukup besar, menyulitkan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
- Stres keuangan: Naiknya biaya hidup, inflasi, dan beban pinjaman pendidikan atau utang perumahan turut berperan besar dalam menyebabkan stres pada generasi milenial. Tekanan menabung demi masa depan - baik untuk masa pensiun, pendidikan anak, atau keadaan darurat - makin memperparah kecemasan finansial.
- Kelelahan dan masalah kesehatan: Sering dijuluki generasi kelelahan, banyak generasi milenial kini mulai menghadapi tantangan kesehatan akibat jam kerja yang panjang dan beratnya beban kerja. Tanpa dukungan atau keleluasaan di tempat kerja, hal ini bisa menjadi siklus stres, kelelahan, dan penurunan kesehatan tanpa henti.
Strategi pendukung bagi karyawan milenial
- Opsi kerja fleksibel: Sediakan pilihan fleksibel seperti kerja remote, jadwal hybrid, atau jam kerja bervariasi untuk membantu generasi milenial menyeimbangkan antara pekerjaan dan tanggung jawab pribadi. Hal ini sangat membantu terutama bagi mereka yang berperan mengurus anak, pendidikan lanjutan, atau komitmen lainnya
- Manfaat kesehatan: Lebih dari sekadar perlindungan kesehatan dasar dengan menyediakan program untuk kesehatan fisik, mental, dan finansial. Lengkapi tunjangan seperti keanggotaan gym, konseling kesehatan mental, lokakarya nutrisi, dan bimbingan keuangan untuk membantu generasi milenial menjaga kesehatan secara menyeluruh.
- Penanganan preventif: Tawarkan pemeriksaan kesehatan tahunan dan pemeriksaan kesehatan mental secara rutin guna mengajak karyawan mengutamakan kesejahteraan mereka. Mengedepankan inisiatif kesehatan proaktif bisa membantu mengurangi risiko jangka panjang dan ketidakhadiran karyawan.
- Perkembangan karier: Ciptakan jalur karier yang jelas melalui pelatihan kepemimpinan, program bimbingan, dan inisiatif peningkatan keterampilan seperti lokakarya atau sertifikasi.
Meski generasi milenial sering memperjuangkan kesehatan diri dan terbuka membahas kesehatan mental, stigma budaya-khususnya di tengah masyarakat Asia yang kolektivis-masih bisa menghambat seseorang dalam mencari bantuan.
Dengan mengatasi tantangan seperti keseimbangan kehidupan kerja, kesehatan finansial, dan perkembangan karier, organisasi bisa membangun lingkungan mendukung yang sesuai dengan karyawan milenial, sehingga mampu mengurangi kejenuhan, meningkatkan keterlibatan, dan mempertahankan talenta terbaik.
Gen X (Born 1965–1980)
Saat Gen X mengarungi puncak karier mereka sambil mengelola tanggung jawab keluarga dan keuangan, banyak dari mereka yang merasakan tekanan. Fase kehidupan ini kerap kali disertai dengan meningkatnya stres akibat peran kepemimpinan, tugas pengasuhan, dan kekhawatiran akan kesejahteraan mereka di masa depan.
Tantangan utama yang mempengaruhi kesehatan mental karyawan Gen X
- Kepemimpinan dan stres di tempat kerja: Banyak Gen X menjabat posisi senior dengan tanggung jawab besar. Tuntutan dalam mencapai hasil, mengelola tim, dan tetap kompetitif di tengah kondisi ekonomi yang berubah dengan cepat seringkali memicu stres yang tinggi.
- Tanggung jawab pengasuhan: Mirip dengan generasi milenial, Gen X bahkan kerap kali harus merawat orang tua lanjut usia sembari merawat anak-anak, baik yang masih kecil maupun yang beranjak dewasa. Peran ganda ini menyeret mereka ke berbagai arah, membuat mereka kelelahan secara emosional dan tantangan dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
- Adaptasi perubahan di tempat kerja: Meski Gen X merupakan pengadopsi teknologi awal, laju perubahan digital yang cepat bisa menjadi tantangan tersendiri. Bersaing dengan alat, platform, dan proses baru mungkin terasa berat, terutama dengan generasi yang lebih muda dan lebih melek teknologi mulai memasuki dunia kerja.
- Kekhawatiran akan masa pensiun: Kebanyakan karyawan Gen X di usia 40-an dan 50-an kehilangan kepercayaan diri dalam hal keuangan terkait masa pensiun. Biaya membina keluarga, merawat orang tua, membayar hipotek, dan biaya tak terduga lainnya hanya menyisakan sedikit ruang untuk menabung, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan masa depan.
- Masalah kesehatan: Generasi ini juga dihadapkan dengan meningkatnya kasus penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung akibat penuaan, gaya hidup, dan stres. Mengatasi hal ini bersamaan dengan pekerjaan dan tanggung jawab pribadi seringkali mempengaruhi kualitas hidup dan kesehatan mental mereka, menimbulkan kecemasan, depresi, dan kelelahan.
Strategi pendukung bagi karyawan Gen X
- Kebijakan cuti kerja fleksibel: Terapkan kebijakan cuti kerja yang fleksibel, termasuk tunjangan pengasuhan anak atau cuti berbayar untuk kewajiban keluarga, agar Gen X bisa mengelola kehidupan pribadi dan profesional mereka secara efektif.
- Program peningkatan kesehatan: Kenalkan program kesehatan dan kebugaran khusus yang berfokus pada perubahan gaya hidup berkelanjutan. Tawarkan akses ke pelatih kesehatan, lokakarya kebugaran dan nutrisi, serta sumber informasi manajemen stres yang mampu membantu Gen X mengatasi masalah kesehatan tertentu.
- Pelatihan dan peningkatan keterampilan: Sediakan peluang pengembangan berkelanjutan seperti kursus online dan sesi pelatihan tatap muka guna mendukung mereka agar tetap kompetitif dan nyaman dengan alat seperti platform manajemen proyek.
- Perencanaan pensiun: Tawarkan sumber seperti penasihat keuangan, lokakarya pensiun, dan alat bantu praktis dalam memandu karyawan melalui investasi, tabungan, dan perencanaan warisan. Upaya-upaya ini mampu meringankan tekanan finansial dan menenangkan pikiran karyawan di masa depan.
Tumbuh pada era dimana kesehatan mental jarang dibicarakan, Gen X cenderung kurang paham atau merasa tidak nyaman mencari dukungan profesional. Mereka biasanya mengandalkan strategi perawatan diri sendiri untuk mengatasi tantangan kesehatan mental.
Dengan memenuhi kebutuhan utama seperti keleluasaan pengasuhan, dukungan kesehatan, pengembangan keterampilan, dan keamanan finansial, organisasi bisa menciptakan tempat kerja yang benar-benar mendorong kesejahteraan karyawan Gen X. Mengutamakan aspek-aspek ini bukan hanya meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja, namun juga memperkuat retensi tenaga kerja yang sangat terampil dan berpengalaman ini.
Menjembatani kesenjangan generasi dalam dukungan kesehatan mental
Menciptakan strategi kesehatan di tempat kerja secara inklusif dan adaptif memerlukan upaya dalam menjembatani perbedaan generasi sekaligus menawarkan solusi khusus. Tim SDM bisa mulai dengan mengenali hambatan umum sebelum menyediakan sumber daya yang lebih tepat sasaran dalam memenuhi kebutuhan setiap generasi.
Untuk mendukung karyawan di semua generasi, pertimbangkan strategi-strategi berikut ini:
- Tawarkan opsi terapi virtual dan kelompok dukungan sesama agar sumber daya lebih mudah diakses.
- Tumbuhkan budaya komunikasi terbuka seputar kesehatan mental, disertai pesan yang jelas dengan tujuan mengurangi stigma.
- Sediakan berbagai pilihan dukungan, mulai dari alat manajemen stres hingga sumber kesehatan finansial.
Dengan mengatasi tantangan unik dari setiap kelompok usia dan menerapkan kebijakan inklusif, pemberi kerja menciptakan komunitas di mana karyawan merasa dihargai dan didukung-terlepas pada tahap mana pun dalam kehidupan mereka.
Untuk wawasan mendalam terkait kondisi kesehatan mental terkini di seluruh wilayah Asia, baca artikel Kondisi Kesehatan Mental di Asia 2024.